Manaqib KH. Shiddiq bin KH. Asy’ari (Ponpes Salafiyah Kauman Pemalang)

 



KH. Shiddiq Asy’ari adalah ulama pendiri pondok pesantren Salafiyah Kauman Pemalang, beliau merupakan putra dari KH. Asya’ri bin KH. Zakaria seorang ulama dari Karang Anyar Tegal yang alim, faqih dan sekaligus saudagar kain (Blaco) yang sukses. Perpindahan KH. Asy’ari ke Pemalang diawali dari kekhawatiran beliau sewaktu mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari perniagaan kain blaco (mori), yaitu dalam waktu 1 tahun mampu membeli sawah 27 bau (18 Hektar). Beliau khawatir, hal ini merupakan istidraj dari Alloh SWT. Seperti yang difirmankan Alloh dalam QS. Al-A’raf 182


سنستدرجهم من حيث لا يعلمون


Karena kekhawatiran ini, beliau akhirnya meninggalkan usaha perdagangan blaco / mori dan menggantinya dengan mendirikan majlis ta’lim, embrio dari Pondok Pesantren Salafiyah Kauman Pemalang.


KH. Shiddiq lahir pada tahun 1901 M, dan dibesarkan dalam lingkungan yang sangat agamis (kental dengan nilai-nilai agama), dengan tradisi ta’lim dan ta’allum yang melekat. Guru pertama beliau adalah abahnya KH. Asy’ari. Setelah dewasa KH. Shiddiq menimba ilmu agama kepada KH. Idris Jamsaren di pondok pesantren Jamsaren Solo. Beliau mondok di Jamsaren diantara tahun 1917-1923 bersama dengan;


1. KH Zuhdi bin KH. Maksum (Adik Sepupu beliau)

2. KH. Dimyati bin KH. Nasir (Kedawung Comal)

3. KH. Abdul Jamil bin KH. Muhsin (Kademangan)

4. KH. Mas Makmur bin KH. Nawawi Shugra (Bupati Pemalang 1946-1947)

5. KH. Zaenal Abidin

6. KH. Nahrowi Pelutan


KH. Shiddiq mengembangkan majlis ta’lim yang didirikan abahnya KH. Asy’ari menjadi pondok pesantren salafiyah kauman pemalang pada tahun 1933, tepatnya satu tahun setelah KH. Mas Makmur mendirikan Pondok Pesantren Salafiyah Taman pada tahun 1932 atas instruksi KH. Hasyim Asy’ari.


KH. Shiddiq istiqomah membesarkan Pondok Pesantren Salafiyah Kauman Pemalang sampai beliau wafat pada tanggal 16 Februari 1970 M bertepatan dengan 9 Dzulhijah 1389 H. Kemudian kepemimpinan pondok pesantren diteruskan oleh KH. Abdullah Shiddiq (anak), KH. Mohamad Hasan Shiddiq (anak), KH. Sya’ban Zuhdi (menantu) dan K. Shodiq Kamal (menantu). Dan sekarang kepemimpinan Pondok Pesantren Salafiyah dipegang oleh cucu beliau KH. Drs. Muhammad Romadhon bin KH. Sya’ban Zuhdi.


Diantara guru-guru KH. Shiddiq adalah KH. Ash’ari bin KH. Zakaria dan KH. Idris Jamsaren.


Sedang murid-murid KH. Shidiq diantaranya adalah sebagai berikut,


1. KH. Naib

2. KH. Syueb Brebes

3. KH. Tafsir Mejagong

4. KH. Baidhowi (muassis PP. Al-Falah Kali Buntu Moga)

5. KH. Masy’ari (muassis Ribatul Muta’allimin Bantar Bolang)

6. KH. Siroj kejene

7. KH. Hafidz Suyuti cimahi

8. KH. Farihin karang tengah

9. KH. Dawud Bashori

10. KH. Munawir Asy’ari


KH. Shiddiq  merupakan sesosok Kiai yang Alim dan Amil, sangkin alimnya beliau dapat membaca kitab Fathul Mu’in dalam keadaan terbalik, selain alim, beliau juga seorang ulama yang amil (mengamalkan ilmunya), beliau istiqomah mengajar santri-santrinya dari pagi sampai ba’dal isya dan beliau juga istiqomah setiap jam 03 pagi ke masjid agung pemalang untuk  beribadah, dzikir dan mendoakan santri-santri beliau dan baru pulang ke rumah jam 8 pagi.


Beliau juga pemberani, pada tahun 1940an, ada beberapa tentara belanda dengan laras panjang mendatangi Pondok Pesantren Salafiyah untuk menyelidiki keterlibatan ponpes tersebut dengan pejuang Laskar Hizbullah. Akan tetapi para tentara tersebut dihadapi sendirian oleh KH. Shiddiq tanpa perasaan takut sedikit pun bahkan menurut keterangan dari KH. Masy’ari, suara KH. Shiddiq terdengar lantang dan tegas.


Pada tahun 1960an, ada seorang tokoh Ormas tertentu yang sering mengkritisi KH. Shiddiq karena sering melakukan tahlil (kirim pahala), ziarah kubur, qunut dan lain sebagainya. KH. Shiddiq tidak pernah membalas semua kritkan pedasnya. Dengan kebijaksanaannya KH. Shiddiq cuma hanya mencari tahu makanan kesukaanya (sambel goreng Petai) dan menyuruh istrinya (Nyai H. Zaenab) untuk memasakkan dan mengirimkannya kepada tokoh tersebut. Hal ini sering dilakukan oleh KH. Shiddiq (mengrimi sambel goreng petai), sehingga tokoh ini malu dan berhenti melakukan kritik pedasnya dengan sendirinya. KH. Shiddiq pernah dawuh "Tidak penting melakukan perdebatan (mujadalah) diantara sesama muslim, yang terpenting adalah bagaimana kita berbuat bagus dan bermanfaat bagi sesama".


KH. Shiddiq adalah sosok Kiai yang sangat dermawan, sehingga setiap tamu yang datang tidak pernah dibiarkan pulang dalam keadaan tangan kosong. Pernah terjadi, pada suatu hari KH. Shiddiq baru keluar dari masjid (jam 8an) ada seseorang menghampiri KH Shiddiq dan mengomentari sarung yang beliau pakai. “Kiai, niku sarung BHS? kadose sae temen” kata orang itu, KH. Shiddiq menjawab : “Jenengan kerso?”, orang itu menganggukan kepalanya. KH. Shiddiq langsung memerintahkan salah satu santri yang kebetulan berada di masjid Agung (sekarang Masjid Agung Nurul Kalam Alun-alun Kota Pemalang) untuk meminta sarung ‘petelesan’ kepada.bu Nyai Zaenab. Setelah santri tersebut datang dengan membawa sarung petelesan, KH. Shiddiq langsung masuk ke kamar mandi masjid dan mengganti sarung BHS yang masih baru dengan sarung petelesan, dan kemudian memberikan sarung BHS kepada orang yang tidak dikenalnya.


Al Fatihah...🤲🤲🤲

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

HABIB BA'ALWI, KAUM PENGECUT DI HARI PAHLAWAN

Gambar
 "Pengecut hanya mengancam di saat dia aman." (Johann Wolfgang von Goethe) OLEH : FAQIH WIRAHADININGRAT PERTANYAAN LOGIS DENGAN JAWABAN SEDERHANA Ada pertanyaan besar. Di manakah posisi Para Habib pada HARI PAHLAWAN pada tanggal 10 Nopember 1945? Apakah mereka ikut berjuang dalam perang dahsyat di Surabaya pada saat itu? Ataukah justru bersorak gembira, sembari berdoa agar Sekutu menang dan Belanda kembali menjajah Nusantara? Tidak perlu seorang yang jenius untuk menjawab pertanyaan mudah tersebut. Tidak pula dibutuhkan seorang profesor sejarah demi memahaminya, cukup dengan logika sederhana saja. Mari kita jawab dengan fakta sejarah : 1. Kaum Ba’alwi didatangkan ke Nusantara demi kepentingan Penjajah Belanda. Mereka 100% naik kapal Belanda, bekerja ikut Belanda, dapat gaji, fasilitas tanah, jabatan dan tentu saja menjadi antek Belanda demi melanggengkan penjajahan atas Bumi Nusantara. 2. Para Habib yang mengaku cucu Nabi padahal aslinya ras Yahudi Khazari, digunakan untuk me...
Baca selengkapnya

Awas Jebakan Fisik Sekte Tobrut-tobrut

Gambar
Oleh : Husni Mubarok Al Qudusi Adalah Gus Dur salah satu Kiai pribumi yang sangat di takuti bahkan selalu difitnah untuk dijatuhkan marwahnya oleh sekte Tobrut-tobrut penyembah berhala nasab asal Hadramaut Yaman. Kalimat "Buta mata dan buta hati" terlontar dari mulut busuk gerombolan ini dan selalu di hembuskan tuduhan dan fitnahan lainnya. Gus Dur sampai hari ini namanya tetaplah harum serta tak ada hentinya para peziarah datang ke makamnya untuk dipanjatkan doa kepadanya. Sedang gerombolan mereka yang selalu memfitnahnya hari ini segala kebohonganya di buka secara terang benderang hingga digelari sebagai klan pembohong umat Islam di Nusantara bahkan Dunia. Klaimnya sebagai dzuriyah Nabi SAW tidak bisa di buktikan oleh mereka, dari sejumlah pertanyaan publik. Lalu kenapa Gus Dur selalu di musuhi oleh mereka?? Karena Gus Dur mengajarkan bahwa Islam dan budaya Arab itu sesuatu yang berbeda serta ajaran kesetaraan dan hanya yang bertaqwalah yang akan diangkat derajatnya oleh Al...
Baca selengkapnya

Mengapa Hasil Penelitian KH Imaduddin yang Penting, Bukan Siapa Beliau

Gambar
Sering kali orang yang tidak berpendidikan atau orang yang minim literasi lebih fokus pada peneliti daripada hasil penelitian itu sendiri. Padahal, dalam dunia akademis dan ilmiah, yang lebih penting adalah hasil penelitian yang didasarkan pada metodologi yang benar dan data yang valid , bukan siapa peneliti itu. KH Imaduddin Utsman Al Bantani memang sering menjadi topik yang membahas, tetapi yang seharusnya mendapat perhatian lebih adalah kesimpulan ilmiah yang ia hasilkan. Tesis beliau mengenai klaim keturunan Ba'alwi yang tidak sah sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW didasarkan pada pendekatan ilmiah yang kuat, menggunakan metode filologi, sejarah, dan analisis genetik yang sudah terbukti sah dan diterima oleh para ahli. Meskipun banyak orang mencoba mendiskreditkan penulisnya, fakta ilmiah tidak bisa terbantahkan oleh siapa penulisnya, tetapi oleh kualitas data dan analisis yang diberikan. Penelitian KH Imaduddin menggunakan pendekatan ilmiah yang sistematis, dan hasilnya ...
Baca selengkapnya