Inilah Dalil Pahalanya Berlipat Bagi Pembenci Klan Ba'alwi Al Kadzabah Rasis Pencangkok Nasab
Oleh : Husni Mubarok Al Qudusi
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ
“Siapa yang cintanya karena Allah, bencinya karena Allah, memberinya karena Allah dan tidak memberi pun karena Allah, maka sungguh telah sempurna keimanannya.” (HR. Abu Dawud)
Dalam hadits ini Nabi SAW menyebutkan bahwa cinta dan benci kita, semuanya harus diikat karena Allah. Karena cinta yang tidak diikat dengan cinta Allah SWT, itu menjadi cinta yang tidak bermanfaat.
Sungguh di zaman kita sekarang banyak sekali dari keturunan Arab maupun orang non Arab yang mengaku dan menyandarkan bahwa dia dzuriyah Nabi SAW, dan ini wajib diteliti siapapun orangnya.
Di negeri kita santer istilah Habib dari Klan Ba'alwi yang klaimnya mereka itu masih dzuriyah Nabi SAW. Belakangan melalui penelitian lewat ilmu nasab, ilmu filologi, dan ilmu genetik diketahui bahwa Klan Ba'alwi pengakuannya hanya sekedar omong kosong tanpa bukti, maka yang semacam ini telah menerjang keharaman yang besar pantas di berigelar Al Kadzabah (Sang pembohong/pendusta), dia bagaikan orang yang pura-pura kenyang dengan sesuatu yang tidak diberi..!! Benarlah sabda Rasulullah SAW yang berbunyi,
المُتَشَبِّعُ بما لَمْ يُعْطَ، كَلَابِسِ ثَوْبَيْ زُورٍ
“Orang yang pura-pura kenyang dengan apa yang tidak diberi, ibaratnya seperti orang yang memakai dua pakaian kedustaan” (HR Muslim)
Keharaman mengaku atau menyandarkan pada suatu kaum yang bukan haknya telah tegas dari Rasulullah SAW dalam sabdanya.
لَيْسَ مِنْ رَجُلٍ ادَّعَى لِغَيْرِ أَبيهِ وَهُوَ يَعْلَمُهُ إِلاَّ كَفَرَ، وَمَنِ ادَّعى قَوْمًا لَيْسَ لَهُ فِيهِمْ نَسَبٌ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Tidaklah seseorang mengaku-aku kepada bukan bapaknya sedang ia tahu, kecuali ia telah kafir kepada Allah. Dan barangsiapa yang mengaku bahwa dia termasuk kaum ini padahal bukan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka” [HR Bukhari dan Muslim)
Bahwasannya memberantas nasab-nasab palsu yang menisbahkan diri kepada Nabi Muhammad SAW hukumnya fardu kifayah. Ia termasuk dalam kategori amar ma’ruf nahi munkar.
Haram bagi para ulama untuk mendiamkan terjadinya pengakuan nasab seseorang atau sekelompok manusia yang menisbahkan diri sebagai keturunan Nabi SAW dengan dusta, karena yang demikian itu termasuk istihqor bi haqqi al mustofa (merendahkan hak Nabi Muhammad SAW).
Imam Ibnu Hajar al-Haitami al-berkata,
ينبغي لكل احد ان يكون له غيرة في هذا النسب الشريف وضبطه حتى لا ينتسب اليه صلى الله عليه وسلم احد الا بحق (الصواعق المحرقة:2/537)
“Seyogyanya bagi setiap orang mempunyai kecemburuan terhadap nasab mulia Nabi Muhammad SAW dan mendhobitnya (memeriksanya) sehingga seseorang tidak menisbahkan diri kepada (nasab) Nabi Muhammad SAW. kecual dengan sebenarnya. (Ash-Showa’iq al Muhriqoh: 2/537)”.
Membongkar nasab-nasab palsu kepada Nabi SAW telah dilakukan ulama-ulama masa lalu. Seperti yang dilakukan Ibnu Hazm al-Andalusi dan Imam Tajuddin As-Subki dalam membongkar kepalsuan nasab Bani Ubaid (Dinasti Fatimiyah Syi'ah di Mesir) yang mengaku sebagai keturunan Nabi SAW.
Begitu pula yang dilakukan Al-hakim An-Naisaburi yang membongkar kepalsuan nasab Abu Bakar ar-Razi yang mengaku keturunan Muhammad bin Ayyub al-Bajali,
Begitu pula dilakukan oleh Adz-Dzhabi yang membongkar kepalsuan nasab Ibnu Dihyah al-Andalusi,
Demikian juga Ibnu hajar al-Asqolani yang membongkar kepalsuan nasab Syekh Abu Bakar al-Qumni. (Ushulu wa Qowaid Fi Kasfi Mudda’I al-Syaraf: 11)
Di era ini Ulama Nusantara bernama KH Imaduddin Utsman Al Bantani melalui tesisnya membongkar kepalsuan nasab Klan Ba'alwi.
Wajib bagi ulama yang mengetahui batalnya nasab seseorang yang menisbahkan dirinya kepada nasab Nabi SAW untuk menyebarkannya kepada orang lain.
Syekh Ibrahim bin Qosim berkata:
ولا يجوز للعالم كتمان علمه في هذا الباب فامانة العلم والكشف عن اختلاط الانساب من الامر بالمعروف.
“Dan tidak boleh bagi seorang alim menyembunyikan ilmunya dalam bab ini (nasab), maka amanah dalam ilmu dan membongkar tercampurnya nasab adalah bagian dari amar ma’ruf dan nahi munkar” (Ushulu wa Qowaid Fi Kasfi Mudda’I al-Syaraf: 13)
Imam Malik bin Anas berkata:
من انتسب الي بيت النبي صلى الله عليه وسلم يعنى بالباطل يضرب ضربا وجيعا ويشهر ويحبس .
“Barangsiapa yang bernisbah kepada keluarga nabi, yakni dengan batil maka ia harus dipukul dengan pukulan yang pedih dan di umumkan serta dipenjara” (Ushulu wa Qowaid Fi Kasfi Mudda’I al-Syaraf: 9)
Oleh karena itulah dalam hadits Nabi SAW menyebutkan bahwa sekuat-kuat tali iman itu adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah. Kata Rasulullah SAW,
أَوْثَقُ عُرَى الْإِيمَانِ الْحُبُّ فِي اللهِ وَالْبُغْضُ فِي اللهِ
“Sekuat-kuatnya tali iman adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR. Thabrani)
Jikalau misalnya kita benci kepada nya karena tidak sependapat pada masalah-masalah yang sudah jelas nashnya, telah jelas ada dalil yang sharih, dimana dia menyimpang dari dalil, tidak masalah kita benci dia karena Allah.
Namun dimana dalam masalah itu tidak ada nash, kemudian kita benci dia karena dia tidak sependapat, maka ketahuilah ini bukan benci karena Allah. Ini benci karena hawa nafsu. Ini benci yang justru akan malah menjadi pintu setan untuk memecah-belah kita.
Berapa banyak para penuntut ilmu yang menganggap masalah-masalah doktrin yang tidak ada nash dan dalilnya bagaikan sebuah perkara yang sifatnya prinsipil. Dan seakan-akan kalau ada orang yang menyelisihinya dia di tuding sudah keluar dari manhaj, sudah keluar dari pada aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah lalu di musuhi, sampai di kafir kan, padahal itu masalah yang tidak ada nash dan dalilnya.
Demi Allah, ini bukan benci karena Allah, tapi benci karena diri sendiri. Ia ingin mengagungkan dirinya, ingin agar manusia mengikuti pendapatnya, maka yang seperti ini sangat tidak baik dan haram untuk di ikuti.
Cinta karena Allah, karena ketaatan dan ketakwaan kepada Allah. Cinta karena Allah SWT, karena dia mengikuti Rasulullah SAW. Demikian pula benci kita karena Allah, karena kemaksiatan nya, karena ia tidak mengikuti ajaran Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Kalau kita sudah benar-benar seperti itu, maka kita masuk didalam hadits ini. Siapa yang mencintai karena Allah, dia benci pun karena Allah.
Waallahu Alam
Komentar
Posting Komentar