Awas....!!! Mimpi Bisa Berasal Dari Syaitan, Inilah Kaidahnya
Oleh : Husni Mubarok Al Qudusi
Tafsir mimpi termasuk disiplin pengetahuan yang paling sulit dipelajari jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang lain. Sebab mimpi merupakan salah satu bagian dari wahyu kenabian, sehingga tidak semua mimpi bisa ditafsirkan dan tidak semua orang bisa secara sembarangan menafsirkan arti dari sebuah mimpi.
Namun oleh sebagian Habaib Klan Ba'alwi sekte Tobrut-tobrut rasis penyembah berhala nasab asal Hadramaut dan Tarim Yaman, menjadikan mimpi sebagai dasar hukum syariat (fiqh). Darinya banyak fatwa yang bersumber dalilnya dari mimpi, dari itsbat nasab sampai pengharaman rokok serta berbagai fatwa nyleneh lainnya. Agar kita tahu tentang kaidah mimpi berikut ulasannya;
Nabi Muhammad SAW mengelompokkan jenis mimpi menjadi tiga bagian. Dalam salah satu haditsnya, beliau bersabda:
وَالرُّؤْيَا ثَلَاثٌ، الحَسَنَةُ بُشْرَى مِنَ اللَّهِ، وَالرُّؤْيَا يُحَدِّثُ الرَّجُلُ بِهَا نَفْسَهُ، وَالرُّؤْيَا تَحْزِينٌ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ رُؤْيَا يَكْرَهُهَا فَلَا يُحَدِّثْ بِهَا أَحَدًا وَلْيَقُمْ فَلْيُصَلِّ
“Mimpi itu ada tiga. Mimpi baik yang merupakan kabar gembira dari Allah, mimpi karena bawaan pikiran seseorang (ketika terjaga), dan mimpi menyedihkan yang datang dari setan. Jika kalian mimpi sesuatu yang tak kalian senangi, maka jangan kalian ceritakan pada siapa pun, berdirilah dan shalatlah!” (HR Muslim).
Berdasarkan hadits di atas dapat dipahami bahwa tidak semua mimpi yang dialami oleh seseorang dapat dijadikan sebagai petunjuk, sebab ada kemungkinan mimpi yang dialami bukan berasal dari petunjuk Allah SWT, tapi karena bisikan setan atau tersibukkannya seseorang dalam memikirkan suatu objek tertentu hingga objek itu terbawa dalam mimpinya.
Bahwa mimpi adalah tingkat petunjuk yang lebih rendah daripada tingkat petunjuk yang diberikan kepada para Nabi. Petunjuk yang diberikan kepada para Nabi biasa disebut wahyu dan petunjuk yang diberikan kepada orang lain bisa disebut ilham, sejenis petunjuk yang berbeda dengan yang diberikan kepada para Nabi.
Namun perlu diingat, mimpi bukanlah sesuatu yang lebih bisa diandalkan melebihi kitab suci. Maka Al-Qur'an lah yang harus kita ikuti. Jika mimpi itu sesuai dengan Al-Qur'an, ya bagus. Tetapi jika mimpi itu bertentangan dengan Al-Qur'an, maka kita harus mengabaikan mimpi itu dan mengikuti Al-Qur'an.
Jika ada seseorang yang mendapatkan mimpi yang baik, mimpi yang disukainya, mimpi yang mengandung kebahagiaan, apa yang harus ia lakukan?
Rasulullah SAW bersabda,
إذا رأى أحدكم رؤيا يحبها، فإنما هي من الله، فليحمد الله عليها وليحدث بها
“Jika seseorang di antara kalian bermimpi dengan sesuatu yang menggembirakannya, ketahuilah bahwa itu merupakan karunia dari Allah, hendaklah ia memuji Allah, lalu ia boleh menceritakan mimpi tersebut.” (HR. Bukhari)
Rasulullah juga bersabda di dalam riwayat lain, “Jika ia melihat mimpi yang baik, maka ia memberikan kabar gembira dan janganlah kalian ceritakan, kecuali pada orang yang juga ikut menyukai mimpi tersebut.” (HR. Muslim)
Dari kedua hadis tersebut ada beberapa adab yang bisa kita amalkan saat mendapatkan mimpi yang baik:
Pertama, memuji Allah SWT
Kedua, memohon kepada Allah SWT agar yang dia impikan terwujud di kehidupan nyata.
Ketiga, menceritakan hal tersebut kepada orang-orang yang ia cintai, sebagai bentuk berbagi kebahagiaan.
Keempat, tidak menceritakan mimpinya tersebut untuk orang yang berpotensi hasad dan dengki ataupun orang yang bodoh akan hal itu.
Adapun jika seseorang bermimpi dengan sesuatu yang ia benci, maka Nabi SAW juga sudah memberikan beberapa arahan untuk menghadapinya. Beliau bersabda,
وإذا رأى ما يكره فليتعوذ بالله من شرها، ومن شر الشيطان، وليتفل ثلاثا، ولا يحدث بها أحدا، فإنها لن تضره
“Jika kalian mimpi sesuatu yang tidak kalian suka, maka memohonlah perlindungan pada Allah atas keburukan mimpi tersebut dan dari keburukan setan, meludahlah tiga kali, dan jangan kalian ceritakan pada siapa pun, maka mimpi buruk itu tidak akan membahayakan pada kalian.” (HR. Bukhari)
Di dalam hadis lain disebutkan,
إِذَا رَأَى أَحَدُكُمُ الرُّؤْيَا يَكْرَهُهَا، فَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ ثَلَاثًا وَلْيَسْتَعِذْ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ ثَلَاثًا، وَلْيَتَحَوَّلْ عَنْ جَنْبِهِ الَّذِي كَانَ عَلَيْهِ
“Ketika kalian melihat mimpi yang tidak kalian suka, maka meludahlah dari arah kiri kalian tiga kali dan memohonlah perlindungan kepada Allah dari setan tiga kali, dan hendaklah kalian berpindah dari posisi tidur yang semula ia lakukan.” (HR. Muslim)
Rasulullah SAW juga bersabda dalam riwayat lain,
فَمَنْ رَأَى شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلاَ يَقُصَّهُ عَلَى أَحَدٍ وَلْيَقُمْ فَلْيُصَلِّ
“Barang siapa yang bermimpi sesuatu yang tidak disukai, maka jangan ceritakan pada siapa pun. Berdiri, lalu salatlah!” (HR. Bukhari).
Merangkum dari 3 hadis di atas, terdapat enam anjuran yang sunah jika dilakukan ketika sehabis mengalami mimpi buruk.
Pertama, meminta perlindungan pada Allah SWT atas keburukan mimpi yang dialami.
Kedua, meminta perlindungan kepada Allah SWT dari setan dengan melafalkan ta'awudz, A'udzu Billahi minasy-syaithanir-rajim (Aku berlindung kepada Allah SWT dari setan yang terkutuk).
Ketiga, meludah sebanyak tiga kali pada arah ke kiri untuk mengusir dan melecehkan mereka.
Keempat, tidak menceritakan hal tersebut kepada seorang pun, sehingga orang tersebut terburu-buru berusaha mengartikan mimpi tersebut dengan sesuatu yang dibenci oleh si pemimpi.
Kelima, melaksanakan salat ketika terbangun dari tidurnya, karena sejatinya salat mengusir setan.
Keenam, berpindah posisi. Jika sebelumnya ia menghadap kiri, maka ia bersegera mengganti arah dengan menghadap kanan.
Adapun jika ia terbangun dan ketakutan karena mimpinya, maka hendaklah ia membaca do'a,
أعوذُ بِكَلماتِ اللَّهِ التَّامَّةِ ، من غَضبِهِ وعقَابِهِ وشرِّ عبادِهِ ، ومن هَمزاتِ الشَّياطينِ وأن يحضُرونِ
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kemarahan-Nya, siksaan-Nya, kejahatan hamba-hamba-Nya, godaan setan, serta kehadiran mereka (setan) ke hadapanku).” (HR. Abu Dawud)
Jika seorang hamba sudah melakukan hal itu, maka insya Allah mimpi tersebut tidak akan membahayakannya sama sekali.
Menakwilkan mimpi maksudnya adalah memberitahukan apa arti dan kandungan sebuah mimpi.
Adapun orang awam yang belum mengetahui ilmunya, lebih baik untuk tidak mudah menafsiri sendiri tentang mimpinya. Namun, yang harus ia lakukan ketika ingin menafsirkan mimpinya adalah mendatangi ahli ilmu yang memang kompeten di bidang ini. Allah SWT berfirman,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An Nahl: 43).
Menakwilkan mimpi bisa terjadi untuk mimpi yang baik maupun yang buruk. Sebagaimana perkataan Nabi Yusuf as di dalam Al-Qur’an,
يٰصَاحِبَيِ السِّجْنِ اَمَّآ اَحَدُكُمَا فَيَسْقِيْ رَبَّهٗ خَمْرًا ۗوَاَمَّا الْاٰخَرُ فَيُصْلَبُ فَتَأْكُلُ الطَّيْرُ مِنْ رَّأْسِهٖ ۗ قُضِيَ الْاَمْرُ الَّذِيْ فِيْهِ تَسْتَفْتِيٰنِۗ
“Wahai kedua penghuni penjara, ‘Salah seorang di antara kamu, akan bertugas menyediakan minuman khamr bagi tuannya. Adapun yang seorang lagi, dia akan disalib, lalu burung memakan sebagian kepalanya. Telah terjawab perkara yang kamu tanyakan (kepadaku).'” (QS. Yusuf: 41).
Telah kita ketahui bersama, bahwa mimpi seorang muslim terbagi menjadi dua, mimpi yang baik dan mimpi yang buruk. Saat ia bermimpi buruk, maka sudah sepantasnya untuk tidak menceritakannya kepada orang lain. Apalagi meminta penjelasan dan takwil dari mimpi buruknya tersebut. Adapun ketika ia mendapati mimpi yang baik dan membahagiakan, maka ia dibolehkan untuk menceritakannya dan mencari takwilnya. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad SAW,
إذا رأى أحدُكم الرؤيا الحسنةَ فلْيُفسرْها ، و لْيُخبرْ بها ، و إذا رأى الرؤيا القبيحةَ ، فلا يُفَسِرْها و لا يُخبرُ بها
“Jika kalian mengalami mimpi yang baik, maka carilah artinya dan ceritakanlah mimpi indah itu. Dan jika kalian mengalami mimpi buruk, maka janganlah ia mencari-cari takwil dan artinya, dan jangan pula menceritakannya kepada orang lain” (HR. As-Suyuti).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika hendak mencari takwil ataupun arti mimpi:
Pertama, hendaklah kita bertanya kepada orang yang memang ahli di bidang takwil mimpi, cerdas, bertakwa, suci dari perbuatan keji, menguasai Al-Quran, memahami hadits Nabi, menguasai bahasa, dan permisalan yang biasa diucapkan oleh orang-orang.
Kedua, hendaklah orang yang menafsirkan dan menerjemahkan mimpi tersebut melihat dan menafsirkan mimpi sesuai dengan kondisi si penanya, baik itu kedudukan, mazhab, dan agamanya. Bahkan disesuaikan dengan zaman, tempat tinggal, dan iklim negara si penanya.
Ketiga, wajib bagi orang yang menafsirkan mimpi tersebut untuk menutupi aib dan hal-hal yang tidak perlu ditampakkan dari setiap manusia serta tidak terburu-buru di dalam menafsirkan.
Keempat, hendaknya seorang penafsir mimpi mengatakan kepada orang yang menceritakan mimpinya, “Khairan ra'aita wa khairan talqaahu wa syarran tatawaqqaahu wa khairan lanaa wa syarran ala a’daaina, walhamdullillahi Rabbil aalamiin (Kamu telah melihat kebaikan, dan kamu telah mendapati kebaikan. Kamu telah terhindar dari keburukan. Kebaikan untuk kita semua dan kejelekan untuk musuh-musuh kita. Segala puji hanyalah milik Allah Rabb seluruh alam).”
Penjelasan adab-adab di atas menjelaskan kepada kita bahwa menafsirkan dan menakwilkan mimpi tidak bisa dilakukan oleh orang sembarangan. Imam Malik ra pernah ditanya, “Apakah semua orang bisa menakwilkan mimpi?” Maka beliau menjawab, “Akankah ia bermain-main dengan kenabian?!” Lalu beliau melanjutkan,
الرؤيا جزء من النبوة فلا يلعب بالنبوة
“Mimpi itu sebagian dari kenabian, maka janganlah ia bermain dengan perkara kenabian.”
Sedang kaidah-kaidah mimpi sebagai berikut,
Kaidah pertama, mimpi tidak memiliki pengaruh terhadap syariat agama karena syariat bersumber dari dalil dan hukum yang dihasilkan dari dalil. Sedangkan mimpi tidak memiliki pengaruh pada syariat dan tidak dijadikan sumber adanya suatu hukum fikih. Apabila ada mimpi yang sejalan dengan beberapa syariat yang sudah ada, maka landasan mengamalkan syariat tersebut adalah dalil atau hasil ijtihad ulama yang berlandaskan dalil. Syariat itu bukan dilandaskan kepada mimpi.
Kaidah kedua, mimpi yang benar tidak akan menyelisihi syariat. Sehingga ketika seseorang bermimpi yang mengandung penyelisihan terhadap syariat, maka mimpi tersebut tidak dianggap sama sekali. Walaupun ia mengaku-nagaku perihal sesuatu atau pun mengaku didatangi oleh siapapun. Perlu kita ketahui bahwa setan sering mengganggu orang-orang saleh. Oleh karena itu, syariat ini adalah penengah untuk segala macam tingkah laku manusia, baik itu dalam kondisi sadar ataupun tertidur.
Kaidah ketiga, wajib berhati-hati jika ada orang yang mengaku ahli menerjemahkan mimpi. Padahal dia tidak memiliki ilmu tentang tafsir mimpi sama sekali. Bahkan orang tersebut adalah orang bodoh atau dikenal karena khurafat yang dia lakukan.
Kaidah keempat, tidak berlebih-lebihan dalam masalah takwil mimpi sehingga menanyakan makna dan arti mimpi dari semua mimpinya di malam hari. Tidak boleh juga menghabiskan waktu untuk mengirimkan pesan untuk diviralkan pada media sosial atau menyebarkan tafsir mimpi seseorang ke seluruh grup yang dia ikuti karena semua itu termasuk menyia-nyiakan waktu. Rasulullah SAW bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ
“Di antara tanda kebaikan ke-Islaman seseorang jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya” (HR. Tirmidzi).
Waallahu Alam
Komentar
Posting Komentar