Awas Pencangkokan Sejarah NU




Oleh : Husni Mubarok Al Qudusi


Disebutkan dalam ketiga buku yang berjudul pertama "Cahaya Nusantara", lalu "Jejak Dakwah Ulama Nusantara", dan buku berjudul "Para Mu'assis NU Biografi Singkat Pendiri NU", bahwa Habib Hasyim bin Yahya kakek Habib Lutfhi bin Yahya Pekalongan sebagai salah satu pendiri NU.





Namun dari data manuskrip Statuten Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO), didapati fakta bahwa tidak menyebutkan nama Habib Hasyim bin Yahya sebagai salah satu pendiri NU.


Memang ada satu tokoh yang meskipun tidak disebut resmi dalam statuten pendirian NU, 31 Januari 1926, tapi justru menjadi Inspirator berdirinya NU yaitu Syekhona Muhammad Kholil Al-Bankalany.


Kisah-kisah awal pendirinya NU, sebagai asbabul wurudnya, tak lepas dari Ulama Pesantren yg menjadi guru para Kiai pada zaman itu.


Bahwa, pernyataan salah satu pendiri NU adalah Kakek dari Habib Lutfhi bin Yahya Pekalongan, Yaitu Habib Hasyim bin Yahya adalah klaim sepihak. Klaim sepihak tidak bisa dijadikan pijakan sebagai sumber sejarah. Sumber sejarah adalah fakta, bukan dongeng. Kalau ada sumber lisan, itu pun harus diverifikasi usianya sezaman atau tdak.


KH As\'ad Syamsul Arifin menjadi sumber lisan, tetapi usianya sezaman dengan muassis NU. Apalagi, pelaku langsung yang terlibat dalam proses awal berdirinya NU.


Narasi frase “tidak mau ditulis” dalam pernyataan tersebut juga dipertanyakan. Jika kalimat itu langsung disampaikan pelaku bisa dipahami. Misalnya, KH Masykur, Pimpinan Tertinggi Markas Barisan Sabilillah di Malang pada zaman Revolusi.





Setelah merdeka, beliau tidak mau ditulis, setidaknya tidak menonjolkan diri sehingga, semasa hidup beliau hanya ingin adanya masjid yang berdiri sebagai bentuk penghormatannya.


Maka berdirilah Masjid Sabilillah di Kota Malang. Sesudah itu, selepas wafat beliau baru kita gali jejak perjuangannya. Sehingga, KH Masykur dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional.


Akan tetapi di luar itu, seperti yang sering disebutkan Habib Luthfi bin Yahya, bahwa kakeknya berperan atas berdirinya NU, perlu dikaji lebih dalam dengan bukti-bukti primer.





Misalnya, apakah ada nama tersebut pada dokumen rapat, berita surat kabar sezaman, dan risalah atau memoar tokoh sezaman. Bila semua sumber, baik primer maupun sekunder, tidak ada bisa dikatakan bahwa hal itu belum bisa dikategorikan sebagai kebenaran sejarah.


Waallahu Alam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HABIB BA'ALWI, KAUM PENGECUT DI HARI PAHLAWAN

Awas Jebakan Fisik Sekte Tobrut-tobrut

Mengapa Hasil Penelitian KH Imaduddin yang Penting, Bukan Siapa Beliau