Ba'alwi Sah Sebagai Penjajah




Jendral Ahmad Nurwahid, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), di podcast "Polemik Nasab Habib, Distorsi Sejarah, Pemalsuan Makam, dan Relasinya Dengan Cinta Tanah Air" bersama Kgm. Rifky Zulkarnaen, Dr. Sugeng Sugiharto, KH Imaduddin Utsman Al Bantani, Tb. Mogi Nurfadil Satya dan Gus Fuad Plered. Ada pertanyaan apakah pemalsuan makam itu bisa dikategorikan sebagai suatu ancaman bagi eksistensi bangsa dan negara Indonesia? Beliau menjawab:


".. yang harus kita waspadai untuk menjaga ketahanan nasional bangsa Indonesia yaitu ideologi politik sosial ekonomi budaya ya hukum maupun keamanan dan pertahanan itu kan tadi ya kelompok-kelompok neokolonialisme termasuk radikalisme terorisme tadi itu, selalu mereka memanipulasi, mendistorsi agama kemudian menghancurkan budaya dan kearifan lokal. Nah barangkali kalau yang ditanyakan tadi relevansinya di situ ‘menghancurkan budaya tradisi dan kearifan lokal’. Dan yang paling bahaya adalah menghilangkan, membiaskan dan menyesatkan sejarah bangsa sehingga bangsa ini enggak punya PD, enggak punya kehormatan, kebanggaan dan cenderung inferior atau kalau orang Malaysia (bilang) namanya Indon ya. Nah seperti itu.


Itu karena kita terlalu lama dijajah dan boleh dibilang kita merdeka secara teritorial tapi sekali lagi tadi ya, kita di era asimetris war atau proxy war. Ini kan selalu apa yang disampaikan oleh Gus Fuad tadi selalu kita ada penjajahan spiritual, penjajahan ekonomi, penjajahan budaya dan lain sebagainya ini yang harus menjadi kewaspadaan kita kemudian kelompok-kelompok neokolonialisme tadi juga ingin memecah belah di di antara anak bangsa mengadu domba di antara bangsa dan yang harus dicatat bahwa mereka ini kan sebenarnya kan gerakan politik ya ekstremisme kanan kiri lainnya termasuk radikal liberalisme kebebasan yang melanggar etika, moral maupun akhlak. Itu semuanya gerakan politik sebagai kelanjutan daripada kolonialisme tadi…"


Kita ambil 3 (tiga) poin substansi dari jawaban Jendral Ahmad Nurwahid mengenai kelompok neokolonialisme termasuk radikalisme terorisme:


1. Selalu memanipulasi atau mendistorsi agama.

2. Selalu menghancurkan budaya, tradisi, dan kearifan lokal.

3. Yang paling berbahaya adalah menghilangkan, membiaskan dan menyesatkan sejarah bangsa sehingga bangsa ini tidak memiliki kepercayaan diri, tidak punya kehormatan, kebanggaan dan cenderung inferior.


Klan Ba'alwi melakukan tiga poin di atas. Klan Ba'alwi memenuhi kriteria kelompok neokolonialisme dan radikalisme terorisme. Serta, berdasar keterangan Jendral Ahmad Nurwahid, Klan Ba'alwi melakukan hal yang paling berbahaya bagi Bangsa kita, Indonesia Nusantara, yaitu membiaskan dan menyesatkan sejarah bangsa.


KH. Imaduddin Utsman Al Bantani dalam tulisan berjudul "Kesaksian Ulama Yaman Tentang Peran Ba’alwi dalam Pemalsuan Sejarah Hadramaut" mengutip Abdullah bin Shalih yang memaparkan peranan Klan Ba'alwi sebagai ‘hewan peliharaan lokal’ penjajah Inggris di Hadramaut.


Dalam hal apa yang dilakukan penjajah Inggris di Hadramaut melalui hewan peliharaan lokalnya yaitu Klan Ba'alwi, Abdullah bin Shalih mengutip perkataan seorang politisi Jerman: “Hapuslah sejarah rakyat dan setelah satu generasi mereka akan berubah menjadi sekumpulan warga biasa dan setelah generasi berikutnya Anda akan mampu memerintah mereka, seolah-olah mereka adalah sekawanan domba”. Juga ia mengutip ucapan politisi lainnya : “Kami mengalahkan mereka bukan ketika kami menyerbu mereka, tetapi ketika kami membuat mereka melupakan sejarah dan peradaban mereka”.


Terang-benderang, saksikanlah, Klan Ba'alwi melakukan upaya-upaya penjajahan dengan pattern yang sama persis dulu di Hadramaut sana dan kini di Nusantara sini.


Dari keterangan-keterangan itu sangat jelas dan sahih Klan Ba'alwi menjajah Bangsa Nusantara (Indonesia). Anda, keluargamu dan Bangsamu sedang dijajah oleh Klan Ba'alwi.


Sadarilah: keselamatanmu, keluargamu, dan Bangsamu dalam keadaan terancam bahaya oleh Klan Ba'alwi Imigran Yaman Cucu Yuya Dukun Firaun.


Dari sini pula kita memahami bahwa, Wahai Bangsa Nusantara, ketahuilah: jiwa Klan Ba'alwi bukanlah Indonesia. Jika Klan Ba'alwi berjiwa Indonesia tentu hatinya tidak akan mau melakukan kejahatan fatal semacam itu kepada bangsa Nusantara sebab dengan melakukannya mereka akan melihat itu sama artinya membahayakan, melukai bahkan membunuh dirinya sendiri. Manusia normal tidak akan sudi melakukan hal-hal yang merugikan dan melukai dirinya sendiri.


Lantas apa yang membuat Klan Ba'alwi tega berbuat kejahatan fatal kepada kepada Bangsa Nusantara? Jawabannya: karena Klan Ba'alwi melihat dirinya bukan Indonesia. Klan Ba'alwi memandang dan memposisikan dirinya sebagai suatu entitas yang terpisah dan berbeda dari Bangsa Nusantara, Indonesia.


Klan Ba'alwi dan Indonesia dua entitas yang berbeda. Jika Indonesia terluka dan terbunuh, mereka memandang dirinya tidak terluka dan terbunuh, yang terluka dan terbunuh adalah orang lain yaitu Bangsa Nusantara yang tidak ada hubungan sama sekali dengan dirinya. Begitulah paradigma mereka.


Mungkin sebagian dari Anda memandang mereka sebagai saudara, namun sayangnya Klan Ba'alwi tidak memandangmu sebagai saudara. Klan Ba'alwi memandangmu hanya laksana hewan buruan yang sudah sewajarnya dicabik-cabik demi keuntungan dan kepentingan eksistensial mereka sendiri.


Mereka tak peduli apa yang terjadi padamu, pribumi Nusantara, sepanjang kepentingan mereka tidak dalam bahaya. Prof. Azyumardi Azra mengemukakan preseden historis itu: mereka mengabaikan penindasan Belanda kepada kaum muslim pribumi sepanjang kepentingan mereka tidak dalam bahaya.


KH. Tamam Munji dalam podcast Padasuka TV berjudul "PBNU Serius Sikat ‘Penyimpangan’ Sejarah NU, Bagaimana Sikap Terhadap Polemik Nasab?" mengungkapkan dari perspektif Gramsci dan Foucault, Kiai Tamam menyatakan “Ba'alwi sah sebagai penjajah!”:


"… penjajahan itu yang maklum kita kenal itu melalui kekerasan, melalui pertumpahan darah. Tapi itu penjajahan yang sangat klasik. Ada penjajahan yang modern yaitu melalui ilmu pengetahuan. Jadi relasi kuasa itu bisa ditempuh dengan cara klasik seperti yang saya sebutkan tadi melalui senjata tapi ada relasi kuasa itu yang diciptakan dengan cara yang sangat modern yaitu melalui pengetahuan. Ini bisa dibaca dari teori Michael Foucault. Kemampuan ilmu pengetahuan yang diciptakan oleh kelompok tertentu untuk kehendak kuasa ini dengan cara yang sangat lembut dan tersistematik dan pada puncaknya inilah nanti akan muncul sebuah hegemoni di tengah masyarakat dan itu bisa dibaca dengan teori Antonio Gramsci. Dari dua teori ini Baalwi itu sudah sah sebagai penjajah dari perspektif modern yaitu dari perspektif Antonio Gramsci maupun dari perspektif relasi kuasa Michael Foucault."


Waallahu Alam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Taktik Ba'alwi Dilumat Sang Mujaddid

Mengatakan Ba'alwi Asal Yaman Keturunan Yahudi Bukan Takfiri

Hukum Menentukan Makam Berdasar Spiritual