Mereka Bukan Waliyullah Tetapi Wali Setan..!!




Ketika disebut kata wali maka yang langsung terbayang dalam benak kita adalah suatu keanehan, ke-nyleneh-an, dan kedigdayaan. Itulah yang dapat ditangkap dari pemahaman masyarakat terhadap wali ini.


Maka bila ada orang yang bertingkah aneh, apalagi kalau sudah dikenal sebagai Ulama, mempunyai indera keenam sehingga mengerti semua yang belum terjadi, segera disebut sebagai wali. Bahkan ada juga yang disebut sebagai wali, padahal sering meninggalkan shalat wajib 5 waktu. Ketika ditanyakan, dia menjawab : “Kami kan sudah sampai tingkat ma’rifat jadi tidak apa-apa tidak mengerjakannya. Sedangkan shalat itu bagi yang masih taraf syari’at.” Lalu siapakah waliyullah yang sebenarnya ?


Secara etimologi, kata wali adalah lawan dari ‘aduwwu (musuh) dan muwaalah adalah lawan dari muhaadah (permusuhan). Maka waliyullah adalah orang yang mendekat dan menolong (agama) Allah atau orang yang didekati dan ditolong Allah. Definisi ini semakna dengan pengertian wali dalam terminologi Al Qur’an, sebagaimana Allah berfirman


أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (62) الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (63) لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ لَا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (64)


“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang beriman dan selalu bertaqwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar. (QS. Yunus : 62 – 64).


Dari ayat tersebut, wali adalah orang yang beriman kepada Allah dan apa yang datang dari-Nya yang termaktub dalam Al Qur’an dan terucap melalui lisan Rasul Nya, memegang teguh syariatnya lahir dan batin, lalu terus menerus memegangi itu semua dengan dibarengi muroqobah (terawasi oleh Allah), kontinyu dengan sifat ketaqwaan dan waspada agar tidak jatuh ke dalam hal-hal yang dimurkai Nya berupa kelalaian menunaikan wajib dan melakukan hal yang diharomkan.


Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan, “Allah Ta’ala menginformasikan bahwa para waliyullah adalah orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Siapa saja yang bertaqwa maka dia adalah waliyullah.” (Tafsir Ibnu Katsir)


Bahwa waliyullah adalah orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Mereka merealisasikan keimanan di hati mereka terhadap semua yang wajib diimani, dan mereka merealisasikan amal sholih pada anggota badan mereka, dengan menjauhi semua hal-hal yang diharamkan seperti meninggalkan kewajiban atau melakukan perkara yang haram. Mereka mengumpulkan pada diri mereka kebaikan batin dengan keimanan dan kebaikan lahir dengan ketaqwaan, merekalah waliyullah.


Bukanlah termasuk waliyullah melainkan orang yang beriman kepada Rasulullah SAW, beriman dengan apa yang dibawanya, dan mengikuti secara lahir dan batin.


Barangsiapa yang mengaku mencintai Allah dan wali-Nya, namun tidak mengikuti beliau maka tidak termasuk waliyullah bahkan jika dia menyelisihinya maka termasuk musuh Allah dan wali setan.


Allah Ta’ala berfirman :


قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ


Katakanlah : “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”.(QS. Ali Imron : 31)


Hasan Al Bashri berkata : “Suatu kaum mengklaim mencintai Allah, lantas Allah turunkan ayat ini sebagai ujian bagi mereka”.


Allah sungguh telah menjelaskan dalam ayat tersebut, barangsiapa yang mengikuti Rasulullah SAW maka Allah akan mencintainya. Namun siapa yang mengklaim mencintai-Nya tapi tidak mengikuti beliau maka tidak termasuk waliyullah. Walaupun banyak orang menyangka dirinya atau selainnya sebagai waliyullah, tetapi kenyataannya mereka bukan wali Nya.


Dari uraian di atas, terlihat bahwa cakupan definisi wali ini begitu luas, mencakup setiap orang yang memiliki keimanan dan ketaqwaan. Maka waliyullah yang paling utama adalah para Nabi. Para Nabi yang paling utama adalah para Rasul. Para Rasul yang paling utama adalah ‘Ulul azmi. Sedang ‘Ulul azmi yang paling utama adalah Nabi kita Muhammad SAW baru setelahnya Ulama dan orang-orang yang bertakwa.


Maka sangat salah suatu pemahaman yang berkembang di masyarakat kita saat ini, bahwa wali itu hanya monopoli orang-orang tertentu, semisal ulama, dzuriyah Nabi, apalagi hanya terbatas pada orang yang memiliki ilmu yang aneh-aneh dan sampai pada orang yang meninggalkan kewajiban syari’at yang dibebankan padanya.


Ingat sekali lagi, standar seseorang termasuk waliyullah adalah mereka yang senantiasa bertakwa dan beriman. Jika ia malah memiliki ilmu-ilmu aneh dan tidak pernah mengerjakan shalat sama sekali, apa lagi membuat kekeruhan di masyarakat dan kerusakan, ini bukan waliyullah tetapi wali setan.


Waallahu Alam 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Taktik Ba'alwi Dilumat Sang Mujaddid

Mengatakan Ba'alwi Asal Yaman Keturunan Yahudi Bukan Takfiri

Hukum Menentukan Makam Berdasar Spiritual