Ba'alwi Manamkan Fanatisme, Kiai Mengajak Untuk Cerdas


Kita di kagetkan oleh prilaku mukibin yang secara terang-terangan menghina Gus Yusuf sewaktu di atas panggung yang sedang mengisi pengajian di Bantul Jogjakarta, dalam hinaan serta caciannya mengatakan "Gus Yusuf goblok" serta disuruh untuk turun panggung.


Ini salah satu contoh mukibin hasil didikan Ba'alwi sang pemalsu nasab yang hanya mengajarkan pengkultusan dirinya sebagai ras manusia paling mulia lewat dongeng khurafat serta membanggakan moyangnya berbalut acara sholawatan. Majelis mereka sangatlah minim ilmu agama, hanya mengandalkan tampilan luar yang mendistorsikan islam yang universal menjadi serba Arab khususnya Hadramaut dan Tarim.


Bahwa KH Muhammad Yusuf Chudlori atau lebih dikenal dengan sebutan Gus Yusuf adalah budayawan dan Kiai juga seorang politisi handal Nahdliyin. Beliau merupakan pengasuh Asrama Perguruan Islam Pondok Pesantren Salaf Tegalrejo, Magelang Jawa Tengah. Darinya menelurkan para Kiai yang bermanfaat di lingkungannya.


Sangatlah jauh ketika kita membandingkan akhlaq dan ilmu seorang santri didikan Kiai dengan mukibin hasil didikan Ba'alwi pemalsu nasab. Salah satu ciri khas mukibin itu akhlaqnya kaku penuh kejumudan, sedang dari segi literasi hanya bisa taklid buta tidak bisa menerima pengetahuan dari luar.


Abu ad-Darda’ berkata, aku pernah mendengar Rosulullah SAW bersabda, “Dan sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi. Dan sesungguhnya para nabi itu tidak mewariskan uang dinar dan tidak juga dirham. Mereka itu hanya mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya maka ia telah mengambil peruntungan yang sangat banyak”. ( HR Abu Dawud)


Allah SWT juga berfirman : “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah 11)


Para Kiai (sebutan Ulama di Nusantara) adalah orang-orang berilmu yang menjadi penerus dakwah para Nabi. Kedudukan dan keimanan mereka tentunya lebih tinggi dan mulia dibandingkan dengan manusia pada umumnya.


Dari Ubadah bin ash-Shamit bahwasanya Rosulullah SAW bersabda, “Tidak termasuk umatku orang-orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua dari kami, menyayangi yang lebih muda dari kami, dan tidak mengetahui hak seorang ulama”. ( HR Ahmad)


Sungguh Rasulullah SAW teramat marah terhadap mereka yang menghina para Kiai dan orang-orang shaleh. Kebencian mereka yang selalu menghina Islam dan para Kiai sesungguhnya menjebloskan diri mereka sendiri ke dalam kekufuran.


Setelah menghina para Kiai, mereka para mukibin pun justru hanya mau berlajar dengan orang bodoh yang mengaku diri sebagai ulama dengan kepalsuan endors dzuriyah Nabi SAW.


Layaknya bola salju yang bergulir dari atas gunung, semakin lama semakin besar, seperti itulah fenomena para pencaci Kiai saat ini. Bukannya semakin sedikit justru semakin banyak. Dalam kiamat menurut Islam, hal ini merupakan tanda-tanda akhir zaman.


Sebagaimana  diriwayatkan dari Abu Hurairah, beliau berkata : “Di antara tanda-tanda Kiamat… at-Tuhuut ada di atas al-Wa’uul”, apakah demikian kamu mendengarnya diri Nabi wahai ‘Abdullah bin Mas’ud?” Beliau menjawab, “Betul, demi Rabb Ka’bah,” kami bertanya, “Apakah at-Tuhuut itu?” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang hina, dan orang dusun yang diangkat di atas orang-orang shalih, sementara al-Wa’uul adalah penghuni rumah yang shalih".


Dalam hadits sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar yang terekam dalam Musnad Ahmad, Sunan Abu Dawud dan beberapa kitab hadits yang lain menceritakan:

 

كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُعُودًا، فَذَكَرَ الْفِتَنَ، فَأَكْثَرَ في ذِكْرِهَا حَتَّى ذَكَرَ فِتْنَةَ الْأَحْلَاسِ، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَا فِتْنَةُ الْأَحْلَاسِ؟ قَالَ: " هِيَ فِتْنَةُ هَرَبٍ وَحَرَبٍ، ثُمَّ فِتْنَةُ السَّرَّاءِ، دَخَلُهَا أَوْ دَخَنُهَا مِنْ تَحْتِ قَدَمَيْ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي، يَزْعُمُ أَنَّهُ مِنِّي، وَلَيْسَ مِنِّي، إِنَّمَا وَلِيِّيَ الْمُتَّقُونَ، ثُمَّ يَصْطَلِحُ النَّاسُ عَلَى رَجُلٍ كَوَرِكٍ عَلَى ضِلَعٍ، ثُمَّ فِتْنَةُ الدُّهَيْمَاءِ لَا تَدَعُ أَحَدًا مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ إِلَّا لَطَمَتْهُ لَطْمَةً، فَإِذَا قِيلَ انْقَطَعَتْ تَمَادَتْ ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا، حَتَّى يَصِيرَ النَّاسُ إِلَى فُسْطَاطَيْنِ، فُسْطَاطُ إِيمَانٍ لَا نِفَاقَ فِيهِ، وَفُسْطَاطُ نِفَاقٍ لَا إِيمَانَ فِيهِ، إِذَا كَانَ ذَاكُمْ فَانْتَظِرُوا الدَّجَّالَ مِنَ الْيَوْمِ أَوْ غَدٍ 


Artinya: “Kita pernah duduk bersama Rasulullah SAW. Beliau mengupas tentang aneka macam fitnah (ujian besar di akhir zaman). Beliau menjelaskan panjang lebar tentang fitnah-fitnah itu, hingga beliau menyinggung tentang fitnah ahlas.

 

Ada seseorang yang bertanya: “Ya Rasulallah, apa yang dimaksud fitnah ahlas?’

 

Rasul menjawab: ‘Yaitu; fitnah pelarian dan peperangan. Kemudian fitnah sarra’ (karena banyak bermegah-megahan hingga lupa dan jatuh dalam perilaku maksiat), yang asapnya dari bawah kedua kaki seseorang dari ahli bait-ku; ia mengaku bagian dariku, padahal bukan dariku. Karena sesungguhnya orang-orang yang aku kasihi hanyalah orang-orang yang bertakwa.


Kemudian manusia bersepakat pada seseorang seperti bertemunya pinggul di tulang rusuk. Setelah itu, fitnah duhaima’ yang tidak membiarkan ada seseorang dari umat ini kecuali dihantamnya.

 

Jika dikatakan: ‘Ia telah selesai’, maka ia justru berlanjut. Di dalamnya ada seorang pria yang pada pagi harinya beriman, tetapi pada sore harinya menjadi kafir, sehingga manusia terbagi menjadi dua kemah, kemah keimanan yang tidak mengandung kemunafikan dan kemah kemunafikan yang tidak mengandung keimanan. Jika itu sudah terjadi, maka tunggulah kedatangan Dajjal pada hari itu atau besoknya.” (Musnad Ahmad: 6168)


Waallahu Alam


Oleh : Husni Mubarok Al Qudusi, DPP PWI Laskar Sabilillah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Taktik Ba'alwi Dilumat Sang Mujaddid

Mengatakan Ba'alwi Asal Yaman Keturunan Yahudi Bukan Takfiri

Hukum Menentukan Makam Berdasar Spiritual