Siklus Lingkaran Setan (Di balik artikel ini ada pesan tesembunyi)
Oleh : Husni Mubarok Al Qudusi
Sistem demokrasi itu one man one vote, satu orang satu suara. Satu suara preman bobotnya sama dengan satu suara profesor doktor.
Dengan sistem demokrasi ini, untuk bisa berkuasa, wajib hukumnya jadi pemenang pemilu (pilpres, pilgub, pilwalkot, pilkada,). Lalu pertanyaanya, bagaimana caranya supaya bisa memenangkan kompetisi pada pemilu?
Jadilah populer, semakin populer dan dikenal semakin besar peluang untuk dipilih. Atau memiliki basis masa pengikut, bisa loyalis bisa juga bayaran.
Cara nomer 1 ini yang membuat Krisdayanti, Mulan jameela, Anang Hermansyah dan artis2 lain terpilih jadi pejabat.
Cara nomer 2 ini yang membuat keberadaan partai politik, ormas ini, paguyuban itu, serikat anu, kumpulan preman dengan berjubah agama, forum anak kampung sini, dkk dibutuhkan dan akan selalu punya tempat di NKRI tercintah.
Partai punya kader (mesin politik istilahnya) yang bisa diarahkan memilih calon tertentu agar bisa menang pemilu, begitupun dengan ormas dengan banyaknya pengikut.
Andaikata kita berkeinginan menjadi anggota DPR akan tetapi tidak memiliki basis masa, ya cukup sedia kardus isi duit yang banyak lalu mendekatlah ke para pentolan ormas dan preman, make a deal and voila! Saya dilantik tersematkan pin emas DPR di senayan. Namun kalau sampai kalah itu berarti kardus kurang banyak isinya bossss..!!!!
Begitulah lingkaran setannya. Orang berkeinginan menjadi pejabat butuh suara yang banyak dan suara yang banyak itu bisa dengan mudah disediakan ormas dan parpol (tentu dengan nominal tertentu).
Pun si pejabat sudah kepilih itu ormas tetap harus difasilitasi. Kalau sampai telat di kasih makan nanti bisa disebut pengkhianat.
Apa yang membuat pemerintah tidak bisa menghabisi secara total ormas dan preman yang bermasalah, sudah secara resmi di bubarkan namun ajaran dan ideologinya masih saja diajarkan secara bebas..?? Jadi begini,
Pertama soal Ormas, itu terkait erat dengan sistem dan etika politik-demokrasi di negeri ini. Seseorang untuk naik ke panggung politik perlu dukungan orang.
Parpol pun demikian, juga membentuk, membina dan menunggangi bahkan menginfiltrasi ormas untuk menjadikan basis massanya. Itu tidak gratis. Ormas pun minta return dari para penunggangnya, terutama yang sudah mendapat posisi di birokrasi dan kekuasaan pemerintahan berupa dana serta fasilitas (kemudahan perizinan, akses ke birokrasi, backing juga perlindungan dsb).
Sedang soal Preman, itu 11–12 dengan ormas. Para preman juga membuat ormas, untuk dapat legalitas keberadaan dan bisnisnya, pencitraan, perlindungan dari aparat, dan selebihnya sama dengan alasan diatas. Politisi berkepentingan dengan grup-grup preman karena kita semua tahu politisi ini juga banyak yang pengusaha, selain motif cari dukungan mereka perlu tukang pukul untuk menjaga bisnisnya serta mengamankan kegiatan partainya. Mereka juga perlu orang-orang yang mau dibayar bermain kotor untuk berbuat rusuh sehingga ada isu yang bisa digorengnya di media untuk mendongkrak popularitas.
Sedang alasan kedua, realisasi anggaran dari pihak otoritas, baik terang-terangan maupun gelap-gelapan. Pihak otoritas dan ormas, sama-sama perlu duit. Pihak otoritas memerlukan sesuatu untuk bekerja dan menggunakan anggaran. Pihak ormas perlu duit untuk makan.
Siapa yang tidak ingat dengan FPI misalnya, ini ada simbiosis mutualisme juga dengan aparat. Wikileaks pernah bilang "Indonesian Police used FPI as 'attack dogs' ", Jakarta Post pernah memberitakan juga bahwa POLRI mendanai ormas ini. Sekaligus bentuk return bagi ormas. Kedua pihak membantahnya. Ini yang gelap-gelapan.
Dan percaya atau tidak, pemerintah ada anggaran dana untuk ormas. Ini yang terang-terangan
Baik ormas maupun preman dilihat oleh para politisi dan parpolnya punya manfaat, terutama saat pemilu. Mereka bersimbiosis. Jadi, fenomena seperti ini tak perlu diharapkan untuk bisa hilang secara tuntas. Namun sebagai langkah ikhtiyar dan usaha harus ada gerakan penyeimbang yaitu menyuburkan Ormas yang baik tanpa intervesi dari pihak manapun juga tidak berpolitik praktis serta harus mencetak tokoh-tokoh yang baik agar masyarakat simpati kepadanya.
Faham mboten....
Komentar
Posting Komentar