Awas Pengkhiyanatan




Sebelum para Kiai pejuang kebenaran memutuskan atas undangan dari pihak Robithoh Alawiyah yang sangat mencurigakan. Sudi kiranya, kami mengingatkan dan menceritakan betapa sebuah cara pengkhiyanatan model Belanda dalam kisah Pangeran Diponegoro.


Pengkhianatan Belanda adalah membujuk Pangeran Diponegoro agar datang ke Magelang untuk mengakhiri Perang Jawa pada tahun 1830. Tetapi pihak Belanda tidak memenuhi jaminan keselamatannya, dan Pangeran Diponegoro pun ditangkap kemudian diasingkan ke Manado, Sulawesi Utara, di Benteng Fort Nieuw Amsterdam.


Perundingan yang diimpikan Pangeran Diponegoro dengan Belanda pupus sudah. Pengkhianatan pada 28 Maret 1830 menyisakan kepedihan dan kekecewaan terdalam bagi sang pangeran.


Jebakan pasca-Idul Fitri itu membuat Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan. Setelah itu Belanda merayakan kemenangan. 


Setelah penangkapan pangeran, para laskar langsung menyebar. Mereka melakukan perjalanan melalui pegunungan menuju tempat baru. Di tempat baru seperti Pacitan, Trenggalek, Kediri, Kabupaten Malang, Pemalang dan Blitar serta daerah lainya yang dinilai aman, para laskar tersebut mulai membangun komunitas baru.


Komunitas tersebut melebur dengan masyarakat setempat. Pohon sawo dan sawo kecik yang di tanam di tiap pekarangan rumah serta Masjid maupun Mushola sebagai penanda adanya para laskar, itu di Pemalang dan sekitar wilayah Jawa Tengah. Bahkan dalam berkesenian tercipta tari Jaran Ebeg untuk mengenang perjuangan para leluhurnya.


Di antara laskar yang tersebar, ahli sejarah menyebutkan, salah satu contoh yang berada di Blitar Jawa Timur. Ialah keluarga Djojodigdan yang berhasil hidup berdampingan dengan masyarakat sekitar. Bahkan, rumah maupun makam keturunan laskar Diponegoro ini masih dapat dijumpai di Blitar.


Pada aspek kebudayaan, laskar Diponegoro juga telah berhasil memberikan pengaruhnya. Gerakan tari Reog Bulkio di Nglegok dinilai terinspirasi dari pasukan elit Diponegoro. Dan ada juga di bidang arsitektur di Langgar Gantung di Plosokerep, Blitar.


Gaung Pangeran Diponegoro juga dirasakan di dunia pesantren. Pengaruh Diponegoro sebagai mursyid tarekat satariyah hadir di beberapa wilayah. Beberapa di antaranya di Takeran, Jamsaren, Krapyak, Kalibeber, Kalioso, Solotiyang, Melangi dan lainya.


Waallahu Alam.


Oleh : Husni Mubarok Al Qudusi, DPP PWI Laskar Sabilillah



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Taktik Ba'alwi Dilumat Sang Mujaddid

Mengatakan Ba'alwi Asal Yaman Keturunan Yahudi Bukan Takfiri

Hukum Menentukan Makam Berdasar Spiritual