Dekonstruksi Gelar Habib Menghentikan Penjajahan: Khususnya untuk Warga NU dan Muhammadiyah



Habib bukanlah kata ganti atas frase ‘keturunan Nabi Muhammad Saw’. Kata ganti atas frase ‘keturunan Nabi Muhammad Saw’ adalah Sayyid-Syarif.


Gelar bagi keturunan Nabi Muhammad Saw adalah Sayyid-Syarif; bukan Habib. Gelar Habib adalah untuk keturunan Ubaid, keluarga Baalwi Imigran Yaman, yang terbukti bukan keturunan Nabi Muhammad Saw bahkan mustahil keturunan Nabi; melalui kajian kitab nasab dan sejarah oleh KH. Imaduddin Utsman Al Bantani, kajian tes DNA oleh Dr. Sugeng Sugiharto dan kajian filologi oleh Prof. Menachem Ali. Kecuali itu, Guru Besar sosiologi agama dan Ketua Komisi Hukum MUI Pusat tahun 2020 menjelaskan: ‘di Timur Tengah malah tak ada sebutan habib, jamaknya Habaib. Yang ada sebutan ‘Syarif’ atau yang mulia’. Sangat jelas, bahkan di Timur Tengah sendiri sebagai asal-usul budaya gelar Sayyid-Syarif, gelar Habib memang tidak ada hubungan sama sekali dengan gelar Sayyid-Syarif.


Rangkumannya:


1. Sayyid-Syarif = Gelar bagi keturunan Nabi Muhammad Saw.

2. Habib = Gelar bagi Klan Habib Baalwi Imigran Yaman Cucu Yuya Dukun Firaun Jongos Penjajah Belanda.

3. Habib bukanlah Sayyid-Syarif.

4. Habib adalah Sayyid-Syarif palsu.


Amatlah penting menerangkan definisi habib dan sayyid-syarif dan ketepatan penggunaannya secara terang benderang di benak masyarakat. Pentingnya adalah bahasa berperan mendidik dan membentuk pemahaman dan persepsi publik, lalu membentuk perilaku. Salah berbahasa, pemahaman dan persepsi di publik pun kemudian menjadi salah; keputusan-keputusan perilaku masyarakat pun menjadi salah. Sebagai contoh: maksud hati kita arah kanan, lisan kita mengatakan kiri. Supir yang mendengar akan bergerak ke kiri.


Di pemahaman publik definisi tiga gelar itu masih rancu dan sangat sering salah penggunaannya di percakapan sosial. Sebagian orang mungkin menganggap remeh dan memaklumi kesalahan berbahasa tersebut. Pada konteks tertentu yang tidak fatal pembiaran dan pemakluman atas kesalahan berbahasa itu wajar dilakukan. Namun pada konteks dzurriyah Nabi, kesalahan kecil yang dibiarkan terus-menerus berlangsung ia menggelinding berakumulasi menjadi kesalahan besar yang dampaknya fatal sebagaimana yang kita alami bersama hari ini.


Hari ini, upaya menjadikan Indonesia menjadi Palestina ke-2 melalui Operasi Klandestin Habibisasi Baalwisasi-Yamanisasi yang mengancam dan membahayakan eksistensi negara dan keselamatan bangsa Nusantara; seperti pendistorsian sejarah bangsa, penyelewengan silsilah leluhur Nusantara dan pengubahan makam-makam leluhur Nusantara menjadi Habib Baalwi, dan part-part Baalwisasi-Yamanisasi lainnya; serta wabah patologi sosial semacam dawir, pelecehan seksual kepada putri-putri pribumi oleh habib, perbudakan spiritual, dan lainnya; semuanya itu dapat terjadi secara masif dan menyeluruh hampir  tanpa adanya interupsi yang berarti dari masyarakat pribumi disebabkan salah satunya oleh kesalahpahaman dan kesalahpenggunaan tentang tiga gelar tersebut yang dibiarkan terus-menerus di percakapan sehari-hari masyarakat.


Kesalahan-kesalahan berbahasa yang umum ditemukan saat ini seperti ‘Habib Rizieq Shihab jangan ngaku-ngaku habib, wong kelakuannya rusak gitu, dia itu habib palsu’. Itu kalimat yang salah yang menyebabkan masyarakat yang mendengar pun salah memahami. Rizieq Shihab adalah benar seorang Habib, tapi Habib itu sendiri bukanlah keturunan Nabi Muhmmad Saw. Maka kalimat yang benar: Habib Rizieq Shihab jangan mengaku-ngaku Sayyid-Syarif, Rizieq Shihab bukan keturunan Nabi’. Contoh kesalahan lain: kalimat ‘Habib Reyhan itu habib palsu’ untuk mengungkapkan maksud Habib Reyhan itu cucu palsu Nabi. Kalimat yang benar ‘Habib Reyhan itu bukan keturunan Nabi’ atau ‘Habib Reyhan itu Sayyid palsu’.


Lebih jauh tentang frase ‘habib palsu’. Kalau masalah habib palsu atau habib asli itu urusan Rabithah Alawiyah (RA) untuk memverifikasi apakah seseorang benar atau tidak benar bagian dari keluarga Klan Habib Baalwi. Maka demikian, ya silakan-silakan saja habib palsu urusan RA, itu bukan urusan kita, Umat Islam, karena Klan Habib Baalwi bukanlah bagian dari keturunan Nabi Muhammad Saw.


Habib palsu urusan RA, Sayyid-Syarif palsu urusan Umat Islam. Seluruh habib baik habib asli atau habib palsu, sudah pasti bukan Sayyid-Syarif atau sudah pasti bukan keturunan Nabi Muhammad Saw. Habib bukan Sayyid Syarif. Habib adalah Sayyid-Syarif palsu. Atau, seluruh habib baik habib asli atau habib palsu, sama-sama Sayyid-Syarif palsu; jika mengaku-ngaku keturunan Nabi Muhammad Saw atau mengenakan gelar Sayyid-Syarif di depan namanya.


Di samping itu, tidak hanya dari kalangan NU saja yang melakukan keterpelesetan definisi itu, namun teridentifikasi pula dilakukan warga Perserikatan Muhammadiyah (warga MD).


Warga MD berkata ‘Kata siapa di MD ga ada habib. Kyai Ahmad Dahlan itu habib juga tapi gelarnya ga dipake karena… dst’ atau ‘di MD ada habib yaitu KH. Ahmad Dahlan cuma gelarnya ga dipake karena… dst’. Kalimat ‘KH. Ahmad Dahlan adalah habib’ itu kalimat yang salah meski maksudnya benar. Maksud dari kalimat tersebut adalah KH. Ahmad Dahlan adalah dzurriyat Nabi Muhammad Saw’ namun diksi yang digunakan adalah ‘habib’ sebagai kata ganti frase ‘dzurriyat Nabi Muhammad Saw’. Yang benar adalah KH. Ahmad Dahlan itu Sayyid-Syarif. KH. Ahmad Dahlan bukan habib.


Kesalahan berbahasa itu, apabila dibiarkan terus-menerus nanti jadinya KH. Ahmad Dahlan merupakan Klan Habib Baalwi Imigran Yaman. Konsekuensi kesalahan kecil itu tidaklah kecil yaitu Anda turut mengesahkan dan menyebar  persepsi dan keyakinan MD, NU, dan Indonesia bisa berdiri karena jasa Klan Habib Baalwi Imigran Yaman. Kemudian pemahaman, persepsi, keyakinan dan sejarah palsu itu digunakan sebagai alat propaganda dan dalil bahwa yang paling berhak berkuasa dan memerintah adalah Klan Habib Baalwi; bahwa Indonesia milik Aulia Tarim dan milik keturunannya sebagai pewarisnya yaitu Klan Habib Baalwi. Mengenai hal tersebut, jika pembaca jeli memperhatikan, Dr. KRT. KH. Muhammad Faqih Mudawam Hadinogoro, M.Pd.I berkata pada akhir videonya "Alhamdulillah Presiden Indonesia masih orang pribumi". Itulah maksudnya



Mari bersama-sama menghapus sekinclong-kinclongnya keberlangsungan strategi penjajahan yang didesain oleh penjajah Belanda yang kini diwarisi dan dieksekusi oleh jongos Belanda, Klan Habib Baalwi Imigran Yaman Cucu Yuya Dukun Firaun. Dimulai dari menghentikan zombifikasi kesalahan definisi operasional, makna dan penggunaan gelar ‘Habib dan Sayyid-Syarif’ di percakapan sehari-hari dan mimbar-mimbar ceramah. Terangkan seterang-terangnya definisi ‘Habib dan Sayyid-Syarif’ kepada masyarakat.


Waallahu Alam


Penulis: Kgm. Rifky Zulkarnaen

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Taktik Ba'alwi Dilumat Sang Mujaddid

Mengatakan Ba'alwi Asal Yaman Keturunan Yahudi Bukan Takfiri

Hukum Menentukan Makam Berdasar Spiritual